31 Januari 2013

Paham zionis dan freemason @Rotary

Paham Zionis dan Freemason at ROTARY

           Saya sudah tergabung di Rotaract sejak 2004 s/d 2010. Rotaract dengan kepanjangan Rotary In Action sebagai bagian dari rotary yang mengkhususkan anggota yang masih di anggap PEMUDA yang tetap menjalankan misi sosial dan pembinaan organisasi sejak dini.

       Di organisasi ini saya sangat banyak belajar apa yang di maksud dengan organisasi yang MENDIDIK dan BENAR. JAUH dari apa yang pernah di dengung-dengungkan oleh masyarakat LUAS tentang paham ZIONIS dan FREEMASON.

            Bagaimana dengan beberapa anggota rotary yang lain'a????? berikut adalah kutipan dari salah satu anggota ROTARY sekaligus mantan President regional D3400.

Mustain Sjadzali, PDG

Rotary adalah sebuah organisasi yang sering terkesan sok eksklusif. Tidak mungkin anda datang mendaftar untuk menjadi seorang Rotarian, Keanggotaan hanya dimungkinkan atas dasar undangan, *by invitation only*. Setidak-nya itulah yang kutangkap setelah beberapa kali hadir (dengan bangganya) diundang untuk melihat rapat rutin mingguan di berbagai Rotary Clubs di Jakarta.  Pemakaian badge di-dada (mempermudah dikenal) tertera nama kecil (akrab), *roll call* (absensi), kadar hadir, perkenalan tamu, berdiri, tepuk tangan dan ciri-ciri unik lainnya pada awalnya terasa asing. Maklum, memang irama, format, dan tata cara rapat jelas berbeda dengan acara Paguyuban Warga (kampungku) Cinere ataupun pengajian berkala di kantor istriku. Lebih mirip pertemuan *fraternity* yang agak eksentrik di Amerika sono. Penasaran dan tergelitik, saya mulai memperhatikan berbagai motto yang dipegang sentral bagi kelompok ini, dan saya coba mengartikan, *Service Above Self*  menjadi Pengabdian dikedepankan (dibanding) Diri (sendiri), dan *Fellowship through Service* menjadi (penegakkan) Silaturahmi melalui Pengabdian (bersama). Semuanya mulia dan idealis, tetapi apakah begitu dalam prakteknya?

Ternyata ada bentuknya juga. Kira kira seusai pertemuan kelima saya sudah dapat menyimpulkan esensi pertemuan mingguan Rotary, yaitu : *kongkouw-kongkouw, sambil membicarakan, merencanakan, atau melaksanakan kegiatan/proyek amal.

Tertarik-kah saya untuk bergabung? Nanti dulu.
 
Kebetulan keesokan harinya saya ceritakan ajakan itu kepada seorang kawan, kok malah ia langsung menegur dan mengingatkan saya bahwa didalam Rotary terkandung misi Zionis. Terkejut, saya mencari jawaban, antara lain dari ayahku sendiri. Saat itu ayah tengah menjabat menteri agama, dan sebelumnya, selama hampir tiga dekade, sebagai diplomat karir di Kementrian Luar Negri. Beliau menjawab dengan sebuah cerita suatu kali pernah bersama Adam Malik (waktu itu menteri luar negri) menghadiri sebuah konferensi di Mesir. Pada saat check-in di hotel di ****Cairo**** terlihat dibelakang meja resepsionis sebuah plakat didinding dengan tulisan “ Rotary Club Meets Here Every Wednesday”. Adam Malik berkata pada ayah “ Wir, lihat itu, disini saja Rotary nggak dipermasalahkan, kenapa dinegri kita masih banyak yang mempertanyakan..”. Jadi menurut beliau, tuduhan tadi adalah tidak benar.
 
Saya juga melihat ke sosok Soedarpo Sastrosatomo - pejuang, pengusaha, intelektual, dermawan, dan seorang Rotarian tulen selama lima-puluh tahun. Beliau pernah menjabat sebagai District Governor, yaitu pimpinan tertinggi Rotary di Indonesia dan sampai hari ini masih dipandang sebagai salah satu *godfather* Rotary di negara ini. Mungkinkah beliau keliru selama ini, tidak sadar bahwa organisasi yang ia cintai sebenarnya dikendalikan kekuatan-kekuatan lain dengan agenda besar yang menyesatkan? Saya kira tidak. Dan dengan pertimbangan dan rasionalisasi itu saya menerima tawaran menjadi anggota.

Maka bergabunglah saya diantara hampir 2 000 anggota Rotary di Indonesia dan lebih dari 1,2 juta di seluruh dunia yang terdiri dari pengusaha, eksekutif, dosen, pengacara, dokter, wartawan dan berbagai latar belakang dan profesi lain – semua seakan disatukan oleh keinginan yang sama – memupuk pertemanan, dan juga mengupayakan sebisanya melalui keahlian, pengaruh (influence) dan koneksi (network) masing masing untuk membantu masyarakat sekitar yang kurang keberuntungannya dibanding kita.

Seperti yang pernah digambarkan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, ini adalah satu contoh wujud *Ukuwah Insaniah*, yaitu persaudaraan diantara sesama manusia didunia ini yang memang walaupun ber-beda2 namun pada dasarnya kita adalah keturunan dari Adam dan Hawa. Disamping itu ada pula ayat dalam Islam berbunyi *ta awa anul albiri wa taqwa*, jadi saling tolong-bertolonglah didalam kebaikan dan kesalehan ketaqwaan.

Spektrum kegiatan tolong-menolong antara lain mulai dari bantuan dibidang kesehatan seperti pembuatan klinik, posyandu, operasi bibir sumbing. Pendidikan membantu bea-siswa sekolah dasar. Pelatihan ketramplian – micro credit. Pengadaan air bersih, sanitasi, MCK. Pertukaran pelajar. Dan banyak lagi ragam dan jenisnya.
 
Ukuran kegiatan atau proyek bisa berawal dari yang kecil seperti khitanan massal sampai yang besar seperti peran Rotary dalam pemberantasan polio di Indonesia yang mencapai nilai hampir 15 juta dollar atau pembangunan bank darah yang di Denpasar, Bali. Yang penting, melalui pertemuan mingguan, setiap Rotarian senantiasa mengupayakan dan menghayati arti dari Fellowship through Service. Pertemanan, silaturahmi dan kepedulian menjadi *Way of Life* keseharian, bukan sekedar musiman.
 
Pola ini dipandang cocok bagi sebagian kita yang bukan pekerja sosial (profesional) atau anggota LSM *full-time*. Dalam kenyataan disamping menjalankan bisnis, meniti karir, membesarkan keluarga, yang semua adalah termasuk ibadah, dan selain ibadah antar manusia dengan Allah (habl-um min-allah) kita masih mengupayakan waktu dan tenaga bagi ibadah komunal atau ibadah sosial (habl-um minal-naas) secara ter-struktur walau terkadang dikemas dalam wujud *life-style *tersendiri, sebagai pelengkap hidup ini. Saya yakin hampir semua manusia menyimpan hasrat untuk berbuat baik dan mulia terhadap sesamanya, tinggal bagaimana mendapatkan format yang pas dan keadaan yang kondusif untuk memberdayakan kekuatan laten ini.

Tengok saja Tsunami Aceh. Yang berawal maha tragis dan super-sedih, sekarang sungguh mengharukan, sungguh membanggakan. Fenomena alam yang dasyat, disusul dengan fenomena kemanusiaan yang tak kalah dasyatnya. Lihatkah ratusan ton bahan bantuan yang menumpuk di bandara udara, ribuan ton di pelabuhan. Bukankah ratusan juta dollar dan ratusan milyar rupiah pula sudah terkumpul dan menuju ke Aceh bagaikan badai yang tak bisa ditahan, ditampung ataupun ditangani oleh Bakortanas, disebabkan sistem dan prosedur belum ada, dan master-plan maupun cetak-biru belum siap, jauh tertinggal dibanding kekuatan arus kepedulian nasional maupun internasional.  Tepatkah jika saya katakan kita tengah menghadapi Tsunami Bantuan ?!
 
Dimensi apa yang bermain disini? Kemanusiaan-kah, budaya, atau agenda-agenda agama dan geo-politik ? Mari kita kesampingkanlah dulu *negative thinking* dan kecurigaan. Bagi saya yang penting, dalam kurun waktu beberapa saat, dalam campur aduknya antara tragedi dan keindahan, kita bersama-sama telah melihat dan merasakan – We Are One !

Pada skala yang lebih kecil saya tak henti-hentinya kagum dan terharu saat melihat kegiatan rekan-rekan Rotarian di-desa yang menghabiskan akhir pekan mereka untuk membawa buku bacaan dan komputer bekas (Intel I dan sebelumnya) untuk diberikan kesebuah SD. Membagi-bagikan bea-siswa dan mendirikan Posyandu. Saya kagum atas kegigihan mereka mengadakan penggalangan dana (fund-raising) antar anggota Club dan masyarakat yang kemudian di pertemukan (matched) dengan dana dari club diluar negri, entah dari Belanda, Jepang, atau Amerika, dan jumlah dana yang sudah membesar in masih dapat di “adu” lagi dengan dana dari the Rotary Foundation yang ber-markas di Evanston, Chicago. Dan hasil perkalian dana ini  dipergunakan untuk mengumpulkan dan mengoperasi bayi-bayi di desa desa sekitar Yogyakarta yang menderita hydrocephalus.****
 
Banyak Rotarian yang tidak dapat disebut konglomerat ataupun tokoh-tokoh masyarakat. Mereka adalah orang orang biasa. Namun apa yang mereka lakukan terkadang adalah luar biasa. Berada di-tengah lokalisasi dan bersentuhan dengan para penderita kusta yang dikelola salah satu club di Surabaya saya dapat melihat dengan jelas bahwa *ordinary people can do extra-ordinary things*. 
 
Tatkala teringat segala sensasi dan rasa transendental seperti ini saat dimana kita merasa bersatu dengan Tuhan dan alam beserta hamba-hamba-nya saya sedih kalau mendengar anggapan bahwa dibalik semua ini ada tangan tangan Zionis yang bermain.
 
Dalam perjalanan ke Anaheim, California, dimana 540 calon Gubernur Rotary dari seluruh dunia, termasuk saya dari Indonesia, dikumpulkan selama sepekan untuk dilatih (atau indoktrinasi?), saya membiarkan imajinasi dan fantasi saya mengalir bebas. Saya lantas membayangkan di malam ke enam datang panggilan, dan saya dikawal secara diam diam ke-sebuah ruang rapat besar mirip film James Bond untuk bertemu Dr.No, atau film Austin Powers bertemu Dr.Evil. Diruang itu akan hadir para dewa-dewa Rotary. Dan disitulah saya akan diberi tugas menjalankan misi akbar bagaikan novel John Le Carre. Kalau ragu atau menolak, dudukan kursi akan anjlok, dan *incoming governor* ini akan jatuh meluncur kedalam kolam dibawah dimana empat ikan hiu ‘great white’ sudah menanti!  
 
Agak kecewa. Skenario itu tidak terjadi. Dan para dewa, ternyata orang baik-baik dan *ordinary people* juga. Bahkan ketika kebetulan bertemu dan ngobrol dengan sesama calon gubernur dari Tel Aviv yang beristerikan seorang wanita Belanda dengan darah Madura, baru saya tahu bahwa ternyata jumlah anggota Rotary di seluruh Israel lebih kecil daripada di Indonesia. Eh, lho kok?
 
Jadi dimana letak *grand plan* dan apa dasar *conspiracy theory* yang selama ini membayangi kegiatan kita? Jawaban dihatiku amat jelas. Tidak ada.
 
Adakah Rotarian yang memberi indikasi yang lain? Pada realitanya tidak tertutup kemungkinan satu dua kelompok merajut faham zionis, mason atau yang lain dalam gerakan ini. Namun itu bagian dari jatah statistik satu dua permil jumlah anggota yang dapat ditemukan pada setiap faham, organisasi atau gerakan dan kalau memang ada, amat sangat jauh dari *mainstream rotary,* dan tanpa ragu-ragu se-detikpun , dapat di kategorikan ‘aliran sesat’.
 
Andaikata dari dampak liberalisasi, borderless communication, internet dan web-site ditemukan adanya sekelompok orang kutlit putih yang mengaku sudah punya cetak-biru dan action plan untuk pemulihan kejayaan Nazi dan supremasi bangsa Aryan di bumi ini, apakah kita lantas harus mencurigai semua bule yang berambut pirang?  Sebagai penganut agama Islam, bersediakah kita digolongkan sama dengan pembom cafĂ© Bali, atau kelompok yang gemar menculik, menyandera dan menyembelih orang asing di Iraq sana atas nama agama? Saya dengan tegas katakan - No Way!
 
Agamaku juga seyogianya tidak merupakan halangan terhadap ekspresi wujud silaturahmi dan sedekah dalam tata cara yang mungkin berbeda dengan apa yang selama ini kita kenal secara adat, kebudayaan maupun agama kita. Bahkan justru melihatnya sebagai penambahan potensi kita untuk mencapai dan berbuat lebih banyak. 

Maka kalau anda sebagai seorang wiraswasta, manager, wanita karir, pria metro-sexual atau penyandang atribut lain bertemu dan diundang oleh seorang Rotarian ikut dalam *kongkouw-kongkouw,sambil membicarakan,merencanakan, atau melaksanakan kegiatan/proyek amal*, gunakan kesempatan ini untuk mempelajari lebih jauh. Jeli itu harus, waspada boleh, curiga dan apriori sebaiknya ditangguhkan dulu. Mungkin saja akan terbuka pintu *opportunity to serve *dan *Way of Life* yang baru.
 
Siapa takut..?